Bagi warga desa Timpik, haji merupakan gelar yang sangat bergengsi. Haji dianggap sebagai puncak keimanan seseorang, juga kenaikan pangkat sosial dalam masyarakat. Sangat jarang orang yang bisa haji. Karena itu, kepulangan Haji Soleh dari tanah suci mendapat sambutan yang sangat meriah. Semua warga menyambut. Berbagai spanduk bahkan mengalahkan spanduk calon anggota dewa. Barisan warga memadati jalan-jalan. Warga pun inginkebagian oleh-olehsepertikurma, air zamzam, atautasbih.
Sayangnya dalam penyambutan itu terjadi insiden yang sempat membuat heboh. Eddy yang membawa mobil terpukau dengan pesona Eni yang mengakibatkanmobilnyatidakterkendali.
Eddy dan Eni saling mencintai. Haji Soleh condong pada Pietoyo. Seorang anak muda yang kaya raya, punya rumah besar, dan beberapa mobil juga calon haji. Bahkan dia punya andil atas hajinya Haji Soleh. Pietoyo anak orang terpandang dan dipandang lebih memiliki masa depan yang cerah. Ketimbang Eddy yang meletakkan rezekinya pada bengkel yang kembang kempis.
Maka bersainglah Eddy dan Pietoyo untuk mendapatkan Eni. Persaingan beda kelas.
Haji Soleh membolehkan Eddy melamar anaknya setelah bisa naik haji. Asa untuk mendapatkan Eni pun terbuka. Bu Rahmah, ibunya Eddy merestui.
“Ibu tidak mengharapkamu berhasil, tapi Ibu ingin kamu mencoba. Saat Pietoyo datang dengan hartanya untuk melamar Eni, datangilah Haji Soleh dengan hatimu!” (hlm 65).
Eddy menjual bengkelnya. Lantas mendaftar haji. Namun daftar tunggu 10 hingga 15 tahun. Eni tidak mungkin menunggu, begitupun Haji Soleh. Eddy ditawari travel yang mampu mengantarkannya ke Mekkah dalam waktu singkat. Biayanya mahal, 240 juta. Demi impiannya, Eddy membayarnya.
Ternyata Eddy ditipu. Dia bukan sendiri, ada Fajrul yang senasib. Bahkan tidak hanya mereka. Ada Haji Rojak dan lainnya pula tertipu travel serupa. Eddy tak berani pulang. Dia mengirimkan foto editan berlatar Kakbah. Eni, Bu Rahmah, dan Haji Soleh percaya Eddy benar-benar naik haji.
Sampai kemudian kebohongan itu terbongkar. Eni sendiri yang mengetahui langsung kebohongan Eddy. Eni pun kecewa dan marah. Eni harus tunduk pada perintah ayahnya untuk menikah dengan Pietoyo. Saat Bu Rahmah jatuh sakit, Eddy pulang dengan sambutan tertawaan warga sekampung. Dia harus merawat ibunya.
Eni mengajaknya kawin lari. Tak mau menikah dengan Pietoyo yang sombong. Saat hari H pernikahan, Eni menghilang. Haji Soleh menuduh Eddy yang melarikan Eni. Tak lupa mengejek dan mencaci Eddy sebagai haji hoax. Saat itulah kampung mereka kedatangan Fajrul, Haji Rojak, dan Tuti Tutanti. Mereka membela Eddy sekaligus membongkar masa lalu Haji Soleh. Dengan itu pula mereka mencoba mewujudkan cinta Eddy dan Eni.
Novel ini sangat unik. Cerita agama (haji) bertema haji dibalutdenganceritakocak. Kisahnya menghibur tapi sarat hikmah. Banyak pula kata-kata menarik. Banyak pesan moral terkandung di dalamnya.
Novel ini menyentil ibadah haji yang daftar tunggunya sangat lama. Selain itu, jamaknya masyakarat kita yang mengagungkan gelar haji membuat orang sering gelap mata. Kondisi ini sering dimanfaatkan travel haji abal-abal untuk menipu.
Ibadah haji ada kaitannya dengan panggilan dari Allah. Walaupun secara materi mampu, jika Allah belum memanggil, tak akan sampai dia ke Mekkah. Sebaliknya, Allah punya berbagai cara memampukan hamba-Nya yang terpanggil. Penipuan haji atau umroh memang marak. Untuk mengantisipasinya, kita harus jeli. Pada biaya yang murah atau daftar tunggu yang kilat, perlulah kita curiga.
Harian Singgalang, Supadilah