Resensi Buku Titik Ba

Resensi Buku Titik Ba

Buku ini merupakan salah satu buku yang berusaha memberikan suatu paradigma terkait alam semesta kepada pembacanya. Paradigma yang ditawarkan oleh penulis adalah bahwa “segalanya satu, utuh tak terbagi, dan sejatinya tidak ada”. Penulis menjabarkan konsep ini dalam empat bagian besar buku ini. Penulis mengawalinya dengan membahas tentang diri kita sebagai pusat alam semesta dan hamparan simbol-simbol yang menandakan keberadaan Allah.

Bagian besar kedua buku ini menjelaskan dengan lebih detail terkait simbol-simbol Tuhan. Penulis membagi simbol ini menjadi tiga, yakni simbol I yang merupakan suara Tuhan atau firman Tuhan (dalam hal ini adalah Al-Qur’an), simbol II yang merupakan diri kita sendiri sebagai manusia, dan simbol III yang merupakan hamparan alam semesta. Pada bagian ini, masing-masing simbol dipaparkan dalam bab tersendiri. Penulis memaparkan simbol I dan mengaitkannya dengan ilmu linguistik, ilmu komunikasi, metode penafsiran, dan lain-lain. Sementara ketika membahas simbol II, penulis menghubungkannya dengan psikologi, tasawuf, dan sebagainya. Ketika membahas simbol III, penulis banyak mengaitkannya dengan sains. Dalam tiap paparannya, penulis juga membumbui masing-masing pembahasan dengan ayat Al-Qur’an, hadits, dan perkataan para ulama.

Bagian besar ketiga buku ini menjelaskan 5 prinsip dari konsep titik ba. Prinsip pertama adalah tauhid, bahwa sejatinya segala sesuatu merupakan satu kesatuan yang utuh. Penulis banyak mengutip perkataan saintis maupun ulama (terutama di kalangan sufi) untuk mendukung konsep kebersatuan segala sesuatu. Prinsip kedua adalah cinta, bahwa segala gerakan yang ada di dunia merupakan wujud cinta atau rahmat dari Allah. Cinta juga lah yang membuat manusia menjadi kreatif dan inovatif. Namun, cinta harus memiliki pondasi tauhid, sehingga cinta tidak berubah menjadi nafsu yang merusak.

Prinsip ketiga dari konsep titik ba adalah adil. Alam semesta diciptakan oleh Allah dalam kondisi setimbang, sehingga dapat berjalan dengan harmonis. Prinsip keadilan ini juga mendorong kita untuk senantiasa mencari titik ekuilibrium dari setiap persoalan yang ada. Prinsip keempat adalah kadar, yakni segala sesuatu telah diciptakan oleh Allah sesuai kadarnya, seperti termaktub dalam bagian akhir Surat Al-Qamar. Prinsip kelima adalah fana, yakni sejatinya alam semesta ini hanyalah semacam ilusi. Ketika kita berhasil mengenal-Nya, kita menyadari bahwa seluruh alam semesta hanyalah simbol yang menunjukkan diri-Nya. Jika keempat prinsip sebelumnya menjelaskan bagian “segalanya satu, utuh tak terbagi”, maka prinsip kelima ini menggenapi bagian “dan sejatinya tidak ada”.

Bagian besar terakhir buku ini digunakan oleh penulis untuk merangkum penjelasan panjang lebar tentang konsep titik ba pada bab-bab sebelumnya. Penulis menyatakan bahwa kelima prinsip titik ba sejatinya adalah sebuah siklus. Penulis membandingkan konsep titik ba dan konsep cogito ergo sum yang dicetuskan oleh filsuf asal Perancis, Rene Descartes, untuk memudahkan pembaca dalam memahami titik ba. Konsep titik ba berangkat dari tauhid, yakni keyakinan, sehingga bisa mencakup kelima prinsip tadi. Sementara cogito ergo sum berangkat dari keraguan, sehingga hanya mampu mencapai prinsip ketiga, tidak mampu meraih prinsip kedua, apalagi prinsip pertama.

Penulis menutup bukunya dengan mengisahkan perjuangan beliau dalam menuliskan gagasan titik ba ini. Penulis juga menceritakan masa mudanya yang sering dianggap “pemberontak” karena pemikirannya yang melampaui nalar kebanyakan orang pada masa itu. Penulis juga berharap buku ini dapat menjadi semacam panduan bagi pembacanya dalam memandang dunia, serta berpesan pada kaum Muslimin untuk mewujudkan tauhid menjadi amal nyata yang membantu membawa dunia menuju arah yang lebih baik.

Secara umum, buku ini ditulis dengan sangat baik. Penulis berhasil meracik hidangan ilmu yang menginspirasi. Berbekal bumbu ide-ide brilian para pemikir dan saintis Barat serta kearifan filsuf dan sufi Timur, penulis meramunya menjadi sebuah konsep titik ba. Buku ini kaya dengan berbagai kutipan yang menyegarkan dan menawarkan sebuah gagasan yang cukup membuat dahi mengernyit dan otak berpikir keras. Penulis juga memberikan kritik terhadap berbagai pemikiran yang menurutnya keliru. Hanya saja, buku ini tidak dianjurkan untuk dibaca oleh orang yang belum matang secara pemikiran, karena akan membuat pusing. Namun, sangat recommended bagi pembaca yang haus akan gagasan yang bisa mengubah paradigmanya terkait alam semesta.

*

Terima kasih atas bukunya yang menginspirasi, Ustadz Ahmad Thoha Faz 🙏🏻

Peresensi: Muhammad Jauhar al-Fatih, staf media FUSI Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Sinergi dan Kolaborasi

June 28, 2021

Sirah Nabawiyah, Karya Terbaru Kitab Sepanjang Masa Bukurepublika

June 28, 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *