Di masyarakat kita sering bermunculan istilah atau perkataan yang sulit untuk dimengerti oleh sebagian yang lain. Ada istilah yang mudah dipahami tetapi ada pula yang sulit dimengerti. Yang mengerti tak usah jemawa, dan merasa paling hebat atau paling pintar. Sebab di luar sana, masih banyak istilah yang pasti tak Anda mengerti. Jadi nggak usah merasa jemawa, apalagi hingga membuka baju dan membusungkan dada. Gue nih… Jangan, nanti masuk angin. Hehe. Jadi, santuy saja, nikmati saja dengan nyaman. Kalau perlu, mari ngopi. Kalau tidak suka kopi, nggak usah berkecil hati apalagi marah. Kalian bisa mencoba yang lain, misalnya teh, susu, atau teh susu. Jahe, atau teh plus jahe, plus susu. Insya Allah, segar rasanya. Apalagi bila dinikmati bersama orang yang Anda sayangi. Yang jomblo nggak usah baper ya…
Dan bagi yang belum mengerti istilah yang ada, Anda nggak perlu harus memaksakan diri untuk paham saat ini juga, sebab masih ada hari esok untuk belajar dan belajar agar menjadi paham. Tidak paham saat ini, tak berarti membuat Anda tidak bisa makan esok hari, bukan? So, kalem saja. Semua ada prosesnya. Nggak usah berlagak seperti seorang penyulap yang dengan berkata SIM SALABIN atau ABRA KADABRA, kemudian semuanya selesai. Tidak. Ingatlah, seorang penyulap sehebat apa pun, sesungguhnya ia punya kekurangan.
Contoh lain, seorang motivator. Ia mungkin pandai menasihati dan memberikan saran untuk audiens-nya atau orang lain. Saran dan motivasi yang diberikannya, mungkin, sekali lagi mungkin, bisa cocok dengan yang Anda inginkan. Sehingga itu membuat Anda terkesima dan manggut-manggut seperti burung beo.
Lagi-lagi, bisa jadi dan saran dia memang tepat untuk kasus Anda, tetapi bisa jadi pula, saran sang motivator tidak cocok untuk audiens yang lain. Atau mungkin bertentangan dengan prinsip hidup Anda. Dan bisa jadi pula, sang motivator pun tak sanggup menjalankan sarannya sendiri. Sebab, bisa jadi pula, ia pun tak sanggup menghadapi kalau istrinya di rumah suka memarahinya. Hehe..
Karenanya, nggak usah pula sarannya ditelan mentah-mentah. Ambil yang positif dan bermanfaat, tinggalkan yang buruk. Seperti istilah Arab; khudzil ‘ilma wa law min famil kalb, ambillah ilmu walaupun datangnya dari mulut seekor anjing.
Atau istilah lainnya: Ambil yang baik, tinggalkan yang buruk. Ingat, ambil yang baik.
Kalimat di atas, jangan perlakukan di Masjid ya. Misalnya, datang ke masjid memakai sandal yang buruk dan jelek, lalu pulang mengambil sandal orang lain yang masih bagus dan baru. Jangan, itu namanya mencuri. Itu perbuatan dosa. Yang dimaksud adalah, ambillah perkataan atau sikap yang baik dan positif, tinggalkan perkataan atau sifat yang buruk.
Karena itu, istilah apapun yang kita dengar, mari disimak baik-baik. Ambil yang terbaik dan laksanakan dengan kemampuan yang ada. Jika tak mampu, jangan pula mengambil kesimpulan bahwa saran atau motivasi yang diterima bertentangan dengan diri kita. Sebab, bisa jadi itu memang saran itu tidak cocok untuk kita laksanakan dan bisa jadi pula masih ada langkah atau jalan yang terlewatkan sehingga kita gagal melewatinya.
Ada kisah menarik yang bisa jadi renungan. Seorang awam datang kepada seorang Kyai. Ia menderita satu penyakit dan meminta kyai untuk mengobatinya. Sang Kyai lalu mengambil segelas air dan kemudian berdoa. Setelah itu, segelas air tadi diberikan kepada orang tersebut. Tak berselang lama, orang awam ini merasakan sesuatu di badannya dan kemudian ia merasa tubuhnya makin baik dan segar.
Orang awam ini pun takjub dan kemudian berterima kasih kepada Kyai tersebut, karena merasa lebih sehat dibandingkan sebelumnya. “Terima kasih, kyai. Badannya berasa lebih enak,” ujarnya. Sang Kyai tersenyum ramah dan mengucapkan hamdalah atas kesembuhan tersebut.
Si orang awam ini penasaran, doa apa yang dibaca Sang kyai sehingga membuatnya makin sehat. “Pak Kyai, mohon maaf. Doa apa dan air apa yang diberikan Pak Kyai tadi sehingga saya bisa lebih baik. Padahal, saya sudah berobat ke mana-mana hingga 10 kali ke rumah sakit, namun tak jua berhasil disembuhkan. Lha, ini saya baru sekali ke sini, dan didoakan Kyai, kok bisa langsung sembuh,” ungkapnya.
Sang Kyai tersenyum dan kemudian berkata: “Saya hanya berdoa dengan bacaan Bismillah, semoga Allah menyembuhkan penyakit Anda melalui segelas air putih tersebut. Alhamdulillah, wasilah itu menjadi berkah dan kesembuhan diberikan Allah untuk Anda,” ujar Kyai.
“Masak, sih, Kyai,” kata si Awam. “Saya sudah berobat ke 10 rumah sakit, tapi nggak kunjung sembuh,” kata si Awam.
“Oh… Dokter rumah sakit tidak salah, usaha yang Anda lakukan juga sudah benar. Sebab sudah berupaya dan berikhtiar. Tetapi ikhtiar Anda telah ditakdirkan bahwa pengobatan yang ke-11 akan membuat Anda sembuh. Nah, saya bagian yang ke-11 dari ikhtiar Anda sehingga Allah berkenan menyembuhkan penyakit Anda. Seandainya Anda datang ke rumah sakit, dan mungkin ditakdirkan bahwa ikhtiar Anda yang ke-11 akan sembuh. Jadi, saya hanya bagian yang ke-11 dari ikhtiar Anda,” jawab Kyai.
Dari ilustrasi di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa usaha apapun takkan sia-sia. Berobat ke sana ke mari, namun belum juga sembuh, itu tanda bukan berarti dokter rumah sakit tak mampu mengobati penyakit kita, melainkan usaha kita belum maksimal. Masih ada kesempatan untuk usaha berikutnya.
Pada intinya, jangan pernah menyerah. Never Give up.Teruslah berusaha. Sebab, usaha tidak akan pernah membohongi hasil. Jika kita menanam padi, pasti rumput ikut tumbuh. Sebaliknya, jika kita menanam rumput jangan pernah berharap padi yang tumbuh.
Itulah yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Itulah takdir dan sunnatullah. Kita hanya disuruh berusaha, hasilnya Allah yang menentukan.
Karena itu pula, jangan mencela bila sebuah usaha gagal, teruslah berusaha agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Jangan berhenti pada satu jalan, pilih jalan lain atau jalan alternatif bila kemungkinan jalan yang sebelumnya buntu.
Kita bisa belajar dari Soichiro Honda, penemu sepeda motor honda, atau pada Thomas Alfa Edison Sang penemu lampu. Soichiro berkata: Aku telah berhasil merakit sebuah motor pada sepeda. Tahukah kalian, aku telah melewati 99 kali kegagalan hingga mencapai titik ini.
Atau seperti perkataan Thomas Alfa Edison. Kalian melihatku sukses menemukan lampu yang tahan lama. Tahukah kalian, aku berulang kali mencoba dan mengalami kegagalan. Ada 9000 kali aku gagal, tetapi aku tidak menganggap bahwa itu gagal. Justru sebaliknya, aku menemukan 9000 cara untuk membuat lampu agar bisa bertahan lebih lama.
Sungguh menakjubkan menyimak perkataan dari Soichiro Honda dan Thomas Alfa Edison. Hari ini kita menyaksikan puluhan bahkan ratusan juta atau mungkin sudah milaran sepeda motor di seluruh dunia. Itu adalah salah satu kontribusi Honda dari berbagai kegagalan yang dilaluinya. Juga miliaran lampu di muka bumi, sehingga kita bisa merasakan terang walau di malam hari. Ini adalah kontribusi Edison atas ribuan kali cara dia menemukan lampu.
Kembali lagi ke awal tulisan ini. Jangan pernah merasa paling hebat apalagi merasa paling kuat atau bahkan merasa paling pintar. No.. No.. No… Di atas langit masih ada langit. Masih banyak orang hebat, orang kuat, dan orang pintar dibandingkan saya. Ya, dibanding saya. Anda bisa jadi lebih hebat dari saya, jadi saya tak perlu merasa paling pintar atau paling hebat. Alhamdulillah.
Yang terpenting, kita syukuri dan kita saling bersinergi serta berkolaborasi. Saya yakin, sehebat apapun Anda, saya yakin 100 persen, Anda takkan sanggup membuat dan menciptakan seekor nyamuk. Kenapa saya yakin? Sebab Anda bukan Tuhan. Kita hanya makhluk ciptaan-Nya. Kita makhluk yang lemah, karenanya tak perlu merasa paling hebat, apalagi harus menyombongkan diri.
Mari kita bersinergi dan berkolaborasi, seperti jari yang ada di tangan kita. Jari jempol yang besar, tak merasa jemawa dengan kebesarannya. Jari telunjuk takkan jemawa dengan keindahannya. Jari tengah takkan merasa jemawa dengan ketinggiannya. Jari manis, takkan jemawa dengan kemanisannya sehingga selalu mendapat untuk dipasangkan cincin di jarinya, dan jari kelingking tak perlu minder karena kekecilannya. Sebab, semuanya memiliki fungsi sendiri.
Jangan paksa jari telunjuk menjadi jempol, ia takkan sanggup. Jangan paksa jempol menjadi jari kelingking, sebab ia juga tak mampu. Dan jangan paksa jari manis menjadi jari tengah karena ia akan sakit. Dan jangan paksa jari kelingking menjadi jari tengah untuk merasa lebih tinggi. Jangan. Jangan paksa yang lain memerankan peran jari lain. Jangan paksa orang lain memerankan peran kita, dan jangan paksa diri kita memerankan peran orang lain. Semua ada bagiannya.
Seperti susunan jari, semuanya bersinergi membawa keindahan dan irama. Mereka bagaikan orkestra yang membentuk simponi sehingga mampu menghasilkan harmoni nan indah.
Kita bisa bayangkan, jika semua jari meminta menjadi jempol, atau semua meminta sama tinggi seperti jari tengah, maka keindahan itu takkan ada. Kita bisa bayangkan andai seluruh jari ini menjadi jari manis semua, dan semuanya meminta diberikan cincin di tempatnya? Amboy, alangkah tidak eloknya dipandang mata.
Di sinilah pentingnya kita bersinergi dan berkolaborasi. Yang kaya membantu yang kekurangan. Yang pintar membantu yang belum berilmu, dan yang mampu menolong yang lemah. Semuanya akan indah.
Kita mungkin jengah bahkan seringkali mengomel melihat ketidakadilan. Semua orang pun sama, semuanya tak suka dengan itu. Bahkan, seorang bajingan sekalipun, tak mau anaknya menjadi bajingan seperti dirinya. Ia juga ingin baik. Ia tak ingin anaknya mengikuti jejaknya. Jadi bijaklah melihat sesama. Bijaklah menyikapi sesuatu, dan bijaklah menerima informasi.
Syahruddin El Fikri, GM Konten Republika Penerbit
Terima kasih Selasa, 8 Juni 2021 pukul 00.36 WIB