Description
“Mak masih ingat—,” Mak Siti meneruskan, “—sepuluh tahun yang lalu, di hari Intan masuk SMP, mak berjanji pada diri emak sendiri untuk menabung. Emak tak pandai menabung, tak berani ke bank, tak tahu caranya. Waktu itu, emak memohon pada Gusti Allah supaya emak bisa memenuhi panggilan-Nya. Berhaji. Naik haji. Ya, Allah….”
***
Keinginan Mak Siti memang bukan sesuatu yang sederhana, bahkan cenderung luar biasa mengingat profesinya yang hanya berjualan nasi megono di stasiun saja. Pun statusnya yang janda beranak satu, membuat penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Namun, Emak tak pernah berputus asa.
Saat orang-orang tahu tentang mimpinya, tak pelak cibiran-cibiran datang dari segala arah kepada Mak Siti. Ditambah ujian yang menimpa pernikahan sang putri semata wayang, membuat energi serasa lenyap dari tubuh tuanya.
Rindunya pada tanah suci yang begitu besar, memang membuat Mak Siti tergerak untuk terus belajar mengaji dan mendekatkan diri pada-Nya. Namun, bila kemalangan bertubi-tubi menimpanya dan kini hidup anak dan cucunya juga ikut digunjingkan, apa yang harus dilakukan Mak Siti
Dewi Hidayati –
Judul: TITIP RINDU KE TANAH SUCI
Penuis: Aguk Irawan MN
Penerbit: Republika Penerbit
Cetakan: I, Desember 2017
Tebal Buku: vi+366 hal
ISBN: 9786020822877
“Engkau tempatku mengadu, Gusti. Tiada tempat lain selain Diri-Mu. Hamba tak berdaya di hadapan hamba-hamba-Mu. Hamba tak punya kekuatan, selain memohon kekuatan kepada-Mu. Jika hati ini penuh tipu daya dalam kegelaoan, berilah cahaya-Mu untuk mengusir kegelapan itu, yang dengannya hamba makin tunduk dan patuh di bawah duli-Mu. Yang dengannya pula kesabaran menjadi tongkat jiwaku. Yang dengannya memaafkan menjadi mudah bagiku. Memaafkan orang-orang yang telah menganiaya diriku, Gusti. Engkau Tuhan Yang Pemaaf. Limpahilah mereka cahaya-Mu. Cahaya-Mu. Cahaya-Mu…”
Begitulah rintihan doa yang Mak Siti panjatkan atas cemoohan dengan panggilan “Bu Hajjah” yang dilontarkan oleh tetangganya.
Dalam novel ini, Pak Aguk menceritakan tentang perjuangan Mak Siti yang ingin menuntaskan kerinduannya untuk berkunjung ke Baitullah (Ka’bah). Mak Siti merupakan janda dengan seorang anak perempuan yang bernama Intan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, Mak Siti berjualan nasi megono di stasiun dan penghasilannya ia sisihkan sedikit demi sedikit untuk menunaikan keinginannya naik haji.
Cerita dalam novel ini sangan relevan sekali dengan kehidupan masyarakat. Tak jarang masih banyak masyarakat yang suka mengulik kehidupan orang lain dengan cara mencemooh dan menggunjing bahkan sampai memfitnah.
Keunggulan novel ini adalah gaya bahasanya yang mudah untuk dipahami oleh semua kalangan. Desain sampulnya simpel namun menarik. Novel ini banyak sekali mengandung hikmah yang sangat relevan dalam kehidupan serta semangat untuk mewujudkan cita-cita dan harapan.
Kelemahan atau kekurangan novel ini adalah masih terdapat kesalahan penulisan (typo) yang sedikit mengganggu dalam memahami isi novel. Dalam bagian akhir novel ini “ending”-nya masih menggantung sehingga membuat pembaca penasaran apakah Intan dan Rizal akan menikah.
Pada novel ini, Pak Aguk ingin menyampaikan pesan bahwa “Ora ono wong mulyo tanpo rekoso” – Tidak ada orang yang mulia (sukses) tanpa kerja keras (usaha). Seberat apapun cobaan yang kita hadapi, kita harus tetap berusaha untuk mencapai cita-cita atau harapan yang kita inginkan.
Novel ini sangat bagus dan saya rekomendsikan untuk dibaca semua kalangan.
Semoga review novel “Titip Rindu Ke Tanah Suci” ini bisa menjadi reverensi bagi para pembaca untuk menambah khazanah pengetahuan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan.
Terima kasih.
Peresensi: Dewi Hidayati – Mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Semarang, 3 Agustus 2021