Description
“Buya Hamka merupakan ulama dan mubaligh yang hebat. Banyak ulama besar, tap tidak menjadi mubaligh yang besar. Saya pernah mendengar ceramah beliau ketika di Makasar sebanyak 36 kali ceramah, dan tidak ada satu pun yang sama. Hebat sekali,” H. Muhammad Jusuf Kalla, Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia/Mantan Wakil Presiden.
Buku ini memuat serangkaian kisah tentang Buya Hamka di mata putra kelimanya, Irfan Hamka, yang meliputi kehidupa masa kecil, remaja, dewasa, berkeluarga, hingga memiliki 12 orang anak; memulai jalan dakwah sebagai politisi, sastrawan, dan ulama; akidah dan pedoman hidup Buya Hamka; hubungan Buya Hamka dengan masjid al-Azhar; bagaimana kehidupan Buya Hamka saat istrinya meninggal; menghadapi fitnah, kebencian, dan penjara; hingga Buya Hamka meninggal dunia.
Semua kisah diceritakan dan dikemas dalam tulisan yang ringan, mengalir, dan sarat dengan pesan moral dan keteladanan. Pengantar Taufiq Ismail semakin melengkapi keindahan buku ini.
hanibi095 –
Almarhum H. Irfan Hamka (penulis) menuliskan setiap bab demi bab sebuah cerita yang tidak banyak diketahui oleh orang-orang yang hanya mengenal Buya Hamka sebagai ulama, politisi, sastrawan. Di buku ini terdapat banyak cerita mengenai seorang Hamka di mata anak kelimanya, bagaimana seorang Hamka memimpin keluarga, bermasyarakat, menasehati dan menegur anaknya yang berbuat salah.
Buku ini dikemas dengan baik dan sangat enak dibaca, karena bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang ringan. Penulis menceritakan pengalamannya bersama sosok Hamka ayahnya sendiri dengan mengingat kembali memori lama yang sudah lupa-lupa ingat itu.
Peran Buya Hamka dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan dengan peran istri Buya Hamka kepada beliau, yaitu Almarhumah Siti Raham, ibu dari penulis buku ini. Buku ini juga menampilkan bagaimana sosok istri dari Buya Hamka dan juga ibu dari anak-anaknya menjalin tali silaturrahmi, mengurus rumah tangga dan bersabar dalam menghadapi cobaan.
Sampai saat ini, karya-karya beliau masih relate dengan keadaan negeri ini. Dan ada juga yang sudah diangkat ke layar lebar.
bambang.fasya20 –
Buku yang bukan hanya membahas biografi Buya Hamka sedari muda hingga wafatnya berdasarkan sudut pandang anaknya. Jauh daripada itu, buku ini mengandung banyak hikmah yang dapat diambil dari seorang Buya Hamka.
Dari buku ini kita dapat mengetahui besarnya semangat menuntut ilmu, memperjuangkan kemerdekaan, hingga sifat memaafkan yang tergambar dalam diri seorang Buya Hamka.
Buku ini juga memiliki kisah-kisah yang unik, yang mungkin tidak banyak orang tahu tentang hal tersebut, seperti kedekatan Buya Hamka dengan kucing peliharaannya hingga “perdamaian” Buya Hamka dengan sesosok makhluk halus di rumahnya. Selain itu penulis juga mengisahkan Buya Hamka dengan gaya bahasa yang ringan dan tidak berbelit-belit, sehingga pembaca dapat menikmati dan seolah menjadi bagian dalam cerita yang tersaji.
Bambang Azhara –
Buku yang bukan hanya membahas biografi Buya Hamka sedari mudanya hingga wafatnya berdasar sudut pandang anaknya. Jauh lebih daripada itu, buku ini mengandung banyak pelajaran yang dapat diambil dari Buya Hamka untuk kita semua.
Dari mulai semangat menuntut ilmu, semangat berdakwah dan memperjuangkan kemerdekaan, hingga sifat memaafkan terhadap orang-orang yang berprilaku tidak baik, semua tergambar dengan jelas dalam buku ini.
Selain itu penulis juga mengisahkan kisahnya dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti dan tidak berbelit-belit, sehingga pembaca dapat menikmati dan memahami setiap kisah yang tersaji.
Roni Haldi –
Buku ini adalah kisah nyata dari orang dekat dengan sumber cerita. Walau miliki hubungan yang kuat, namun bahasa yang digunakan cukup jauh dari hiperbola; bisa terkesan terlalu melambung tinggi kan tokoh yang jadi bahan cerita. Walaupun sang tokoh adalah ayah kandungnya sendiri, yaitu Buya Hamka.
Tentu buku ini punya kekurangan dari segi cerita. Karena isi dari buku yang disampaikan oleh Rusdi Hamka yang tak seumur dengan tokoh Ayah yang menghiasi hampir setiap halaman buku ini. Namun penulis berusaha sekuat ingatannya mengulang kembali memori lama yang masih membekas memberi kesan mendalam dalam perjalanan kehidupan keluarga mereka.
Ayah tetap tak berubah kedudukannya Dimata anak-anaknya. Yaitu tauladan dalam bicara dan bersikap bagi anak-anaknya. Tulang punggung keluarga dalam kondisi bagaimana pun jua. Sebaik-baik dan sehebat-hebatnya seorang ayah, tetap saja ia adalah seorang manusia. Tak lekang dan luput dari kesalahan dan kesilapan sikap dan kata. Namun sosok seorang ayah tetaplah kebanggaan bagi anak-anaknya.
Muhammad Ibrahim –
Sebagaimana Peribahasa “semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya”, itulah yang dialami oleh Ulama kita Alm. Prof. Dr. Buya Hamka dikala alur kehidupannya menghadapi berbagai macam fitnah, kebencian, dan bahkan sampai beliau di penjara dengan tuduhan beliau ikut terlibat dalam rencana melakukan pembunuhan Presiden Soekarno. Pada tanggal 28 Agustus 1964, Buya Hamka ditahan tanpa adanya pengadilan selama dua tahun empat bulan beliau di dalam penjara. Namun peristiwa itu tidak membuatnya putus asa, di dalam penjara lahirlah Tafsir Al-Qur’an 30 Juz yang diberi nama Tafsir Al-Azhar. Tidak ada kebencian di dalam dirinya, hati beliau lembut, dikala orang yang memenjarakannya (Presiden Soekarno) telah wafat dan dia berwasiat yang menjadi Imam Shalat Jenazahnya adalah Buya Hamka, maka dikala utusannya datang kepada Buya Hamka menyampaikan wasiat tersebut, tanpa basa basi beliau mengiyakan dan memenuhi wasiat tersebut, dan beliau tidak mengingat dikala dipenjara bukan hanya dirinya yang menderita, tetapi keluarga isteri dan anaknya juga menderita bahkan isteri tercinta beliau (Almarhumah Siti Raham) harus menjual perhiasannya untuk dapat bertahan hidup.
Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua. Alhamdulillah, insya Allah Almarhum Prof. Dr. Buya Hamka termasuk salah satu dari orang-orang yang dimaksud kalimat tersebut.
اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ 🤲